Rabu, 17 April 2019

Naskah Drama "DI BALIK KETIDAKSEMPURNAAN"

DI BALIK KETIDAKSEMPURNAAN

Disebuah desa, ada seorang lelaki yang berbadan kecil, tubuhnya lucu, badannya bulat, dan pinggangnya besar dia bernama Tanto. Tanto memiliki sahabat baik yang bernama Woso, mereka sudah berteman selama bertahun-tahun dan mereka sangat dekat bagaikan adik dan kakak yang saling menyayangi satu sama lainnya.
Pada suatu hari Tanto menemui Woso yang sedang duduk sendirian di sudut rumahnya.
Tanto               : “Hai Woso.” (berjalan mendekati Woso)
Woso               : “Hai juga Tanto, kenapa kamu kesini?” (sambil melamun)
Tanto               : “Yah, kamu ini malah tanya begitu. Harusnya aku yang tanya sama kamu, kenapa? Kenapa kamu kok duduk sambil melamun begini ?”
Woso               : “Ehm, gimana ya. Ceritanya panjang To.” (mengerutkan dahinya)
Tanto               : “halah kenapa gitu, kita kan sahabat kenapa kamu ga cerita aja sama aku So. Ayo ceritakan padaku.”
Woso               : “begini To, aku masih kepikiran omongan Mbok Waru, sebentar lagi kita bakal kedatangan tamu keluarga Ki.”
Tanto               : “Wah asik, ngomong-ngomong siapa saja yang bakal datang So?” (dengan wajah penasaran)
Woso               : “Lah aku aja ga tau siapa yang bakal datang. Ya udah, sekarang kita pergi ke jalan saja menunggu tamu kita” (menggeret tangan Tanto sambil berjalan)
Setelah Tanto dan Woso berjalan, tidak lama tampak seorang ibu dengan ketiga anaknya, serta seorang pria. Ibu itu sangat cantik jelita, dan anaknya juga tidak kalah dengan kecantikan ibunya. Ketiga anaknya memang mewarisi sifat kecantikan ibunya. Setelah sampai dijalan, mereka melambaikan tangan ke Tanto dan Woso.
Woso               : (menepuk pundak Tanto) “Eh To, lihat ke arah sana! Mereka sudah datang.”
Tanto               : (terkagum-kagum dan heran) “Wow, semuanya cantik-cantik So, ayo kita hampiri mereka.” (Tanto dan Woso berjalan dengan penuh semangat).
Kinanthi          : (terheran-heran) “kalian siapa ? kok melihat kami seperti itu?”
Ibu Kintana     : “kinanthi, mereka itu yang akan mengantar kita ke rumah baru kita.”
Tanto               : (langsung mengulurkan tangan menyalimi mereka bertiga) Selamat datang Ibu Kintana. Perkenalkan nama saya Tanto.”
Woso               : “Nama saya Woso Bu, Tanto itu sahabat saya bu. Mereka bertiga itu anak ibu?”
Ibu Kintana     : (dengan tersenyum) “iya mereka bertiga itu anak saya semua. Oh iya yang laki-laki itu nama nya Adit ia itu pengawal saya. Ayo nak kalian berkenalan dulu dengan Tanto dan Woso ya.”
Kinasih            : “Perkenalkan namaku Kinasih, aku anak bungsu dari 3 bersaudara” (mendadak saling tatap menatap dengan Tanto).
Kirana             : “Namaku Kirana aku anak kedua .” (dengan wajah jutek).
Kinanthi          : “Panggil saja aku dengan Kinanthi, aku anak pertama dari 3 bersaudara. (dengan kelakuan yang centil).
Tanto               : “Baiklah bu, mari saya antar ke rumah baru ibu.”
Ibu Kintana     : “baiklah, ayo”
Setelah Tanto dan Woso berkenalan dengan Ibu Kintana dan ketiga anaknya, mereka semua langsung menuju rumah baru Kintana yang tidak jauh dari jalan raya. Sepanjang jalan Tanto selalu memikirkan Kinasih dan Kinasih. Setelah beberapa menit berjalan akhirnya mereka sampai.
Ibu Kintana     : “Terima kasih ya Woso, Tanto kalian sudah mengantar Ibu dan anak Ibu ke rumah. Kalian boleh main kesini setiap saat kalian mau, jangan sungkan-sungkan ya kalau mau main.”
Adit                : “Iya kalian main saja, nanti kita ngobrol-ngobrol biar saling kenal.”
Woso               : “Baiklah bu, kapan-kapan kita main kesini deh Bu.” (dengan wajah ceria)
Tanto               : “Sekarang kita berdua pamit pulang dulu ya bu, Assamualaikum.”
Setelah keluar dari rumah baru Ibu Kintana, tiba tiba Woso bertanya kepada Tanto tentang suatu hal yang dianggapnya aneh.
Woso               : (meledek Tanto) “hayo kenapa kamu kok tadi senyum-senyum sendiri sih?”
Tanto               : (dengan malu-malu) “ih apaan sih, emangnya ga boleh kalo senyum-senyum sendiri?”
Woso               : “habis kamu sih aneh, kelakuanmu seperti orang gila tau. Emangnya kamu kenapa sih? Apa jangan-jangan kamu naksir sama salah satu anak Ibu Kintana ya..”
Tanto               : “Kalau iya memangnya kenapa? Aku emang naksir sama Kinasih, dia itu cantik dan kayaknya dia orangnya baik deh.”
Woso               : “Cie... ketahuan deh. Umur kamu kan sudah 25 tahun, ya udah cukup buat menikah. Kayaknya umurnya Kinasih sekitar 21 tahun deh, itu udah cukup juga buat menikah.”
Tanto               : “Ya udah, aku kok takut kehilangan Kinasih ya. Lebih baik minggu depan dia aku lamar.” (dengan perasaan tegas dan yakin).
Woso               : “hmmm... terserah kamu aja deh, itu kan hak kamu. Aku bakal mendukung keputusan kamu kok.” (dengan menaikkan alis dan tersenyum sumringah).
Setelah berbincang-bincang, akhirnya Tanto dan Woso pulang kerumah, dan beristirahat. Diwaktu yang bersamaan, Kinasih, Kinanthi, Kirana juga membicarakan Woso. Tetapi Ibu Kintana tidak perbincangan ketiga anaknya karena Ibu Kintana sedang sibuk membereskan barang-barangnya.
Kirana             : (tertawa-tawa dengan terbahak-bahak) “eh kamu masih inget ga sama Tanto yang badannya lucu ?”
Kinanthi          : “ya aku masih inget lah dek, masak iya aku lupa sama si buruk rupa itu hahahahaha...” (juga ikut tertawa-tawa).
Kinasih            : “Loh kak, kamu jangan kaya gitu dong sama Tanto. Emang Tanto punya salah apa sama kamu kak?” (membela Tanto)
Kinanthi          : (dengan berjalan centil) “hahahhaa... kamu ini lucu ya, kamu kok malah ngebelain si buruk rupa itu sih, kamu itu anehhh dek....”
Kirana             : (dengan memegang pinggang) “is is is... dek dek, apa jangan-jangan kamu suka lagi sama si buruk rupa itu.” (dengan mengejek).
Kinasih            : “aku tidak tau aku suka apa engga sama dia, tapi aku menghormati dia kak. Setiap orang itu pasti punya kekurangan kak, tidak ada yang sempurna.”
Kinanthi          : “ih kalo gini ma beneran deh, kamu suka sama dia. Tapi terserah lah, jangan sampe kamu menyesal nanti.” (mengacungkan tangan ke Kinasih).
Tiba-tiba Ibu Kintana mendengar percakapan mereka bertiga, dan Ibu Kintana langsung bertanya kepada mereka bertiga.
Ibu Kintana     : “ada apa ini, kok berisik banget ?” (dengan wajah penasaran).
Kinasih            : “tidak ada apa-apa Bu.”
Kinanthi          : “Jangan bohong dek kamu itu, sebenarnya kami membicarakan tentang Tanto Bu.”
Ibu Kintana     : (heran) “loh emangnya ada apa sama Tanto, ada masalah apa sih?”
Kirana             : “Itu Bu, masak Kinasih suka Tanto si buruk rupa itu. Apa Ibu tidak heran.”
Ibu Kintana     : “Ibu tidak masalah dengan fisik Tanto, memang ibu akui fisik Tanto tidak sesempurna pria pada umumnya. Tapi itu tidak Ibu pikirkan.”
Kinasih            : “benar kan Kak, pendapat ibu sama kaya aku.” (dengan wajah kesal).
Kinanthi          : “ya sudah, terserah kamu saja lah dek, Ibu juga nih ikut-ikutan membela Tanto. Hm baiklah terserah.” (pergi meninggalkan Ibu, Kinasih, dan Kirana).
Kemudian Ibu Kintana mengajak Kinasih membicarakan tentang Tanto, secara empat mata tanpa sepengetahuan Kinanthi dan Kirana. Mereka membicarakan itu di teras rumah nya. Tetapi yang mengawali pembicaraan itu malah Kinasih bukan Ibu Kintana.
Kinasih            : (dengan wajah cemas) “Bu, aku mau tanya pendapat Ibu tentang Tanto.”
Ibu Kintana     : (dengan tersenyum) “baiklah, tanyakan saja.”
Kinasih            : “menurut Ibu, Tanto itu pria yang berhati tulus tidak?”.
Ibu Kintana     : “menurut Ibu ya Tanto itu pria baik-baik, dilihat dari perilakunya ya bisa dibilang berhati tulus. Memangnya ada apa sih kamu kok tanyanya kaya gitu hayo?” (dengan tersenyum-senyum melirik Kinasih).
Kinasih            : “ Ya sebenarnya tidak ada apa-apa Bu. Baiklah Bu, terima kasih atas pendapat Ibu. Aku mau membereskan barang-barangku dulu ya bu.” (masuk ke rumah).
Setelah selesai berbincang-bincang mereka berdua masuk ke rumah dan kembali membereskan barang-barang bawaan mereka. Disela itu, Kinanthi dan Kirana juga masih saja membahas tentang Tanto.
Kirana             : “Kak, aku masih ga habis pikir deh sama omongannya Kinasih deh, kok bisa-bisa dia bilang kaya gitu ya?.” (alisnya mengkerut dan wajahnya cemberut kesal.
Kinasih            : “Iya aku juga heran deh sama si Kinasih, apa coba bagusnya si Tanto buruk rupa itu. Perasaan wajah aja ga tampan, badannya juga pendek loh.” (mengacakkan pinggang).
Kirana             : “ya sudahlah lah kak, terserah Kinasih aja deh.”
Setelah Seminggu Kemudian, benar saja Tanto ingin melamar Kinasih. Tanto datang ke rumah Ibu Kintana dengan pakaian rapi dan pantas, juga ditemani sahabatnya Woso. Sepanjang perjalanan, Woso berdoa supaya lamaran Tanto diterima Ibu Kintana dan Kinasih. Seketika sampai dirumah Ibu Kintana, mereka berdua bertemu dengan Adit pengawal Ibu Kintana.
Adit                : (wajah kaget) “Loh Tanto, Woso kenapa kalian kesini? Tanto, kamu kok pake bajunya rapi sekali ada apa ini?.”
Woso               : “Kami berdua ingin menemui Ibu Kintana dan ketiga anaknya Dit.”
Adit                : “Baiklah, kalian masuk dulu, aku panggilkan Ibu Kintana ya.”
Kemudian, Adit berjalan menemui Ibu Kintana.
Adit                 : “Ibu, Tanto dan Woso ingin menemui Ibu, mereka sudah saya suruh menunggu Ibu.”
Ibu Kintana     : “Baiklah Dit, tolong panggilkan anak-anakku supaya menemui tamu kita ya.”
Adit                : “Nona, Ibu memanggil kalian semua, lagipula ada Tanto dan Woso ingin menemui kalian semua, cepat kalian semua keluar dari kamar dan bersiaplah.”
Mendengar ucapan Adit mereka bertiga langsung keluar menemui Tanto dan Woso dan duduk disebelah Ibu Kintana. Mereka semua heran dengan Tanto karena berpakaian dengan rapi.
Ibu Kintana     : “sudah seminggu tidak bertemu ya Tanto Woso, ada apa kalian kesini?”
Woso               : “sebenarnya kita kesini ada maksud tertentu Bu. Maksud itu akan dijelaskan Tanto sendiri Bu.”
Tanto               : “Baiklah, saya akan menjelaskannya. Tetapi tolong dengarkan niat saya yang baik ini. Sebenarnya saya datang menemui kalian semua untuk melamar Putri Bungsu Ibu.”
Adit                : (kaget) “hah, cie cie mas Tanto melamar Kinasih.”
Kinasih            : “apa benar itu Tanto, ucapanmu tidak salah?” (dengan wajah berseri-seri)
Kinanthi          : (spontan berteriak) “hah, apa? Ga salah nih? Masak kamu melamar adikku yang cantik ini?”
Kirana             : “iya benar kak, apa kamu ga mimpi To ngomong kaya gitu?” (dengan muka heran)
Ibu Kintana     : “ternyata benar, Ibu sudah merasa kalau kamu memang menyukai salah satu anak Ibu. Kalau Ibu, setuju saja asalkan niatmu ini baik. Tapi, akhir keputusannya ada ditangan Kinasih.”
Tanto               : “Kinasih, apakah kamu mau menerima lamaranku dan menikah denganku?”. (dengan memegang tangan Kinasih).
Kinasih            : “ Iya Tanto, aku menerima lamaranmu dan bersedia menikah denganmu.”
Ibu Kintana     : “Baiklah kalau begitu, Ibu tetapkan kalau kalian akan menikah 2 minggu lagi ya, Ibu akan mempersiapkan dengan baik pernikahanmu dengan Kinasih, Ibu merestui kalian berdua.”
Kinanthi          : “hah apa ini, ah sudahlah terserah Ibu saja, walaupun aku berpendapat paling kalian semua tidak mau mendengarkan.” (pergi meninggalkan Ibu dan Kinasih dengan Kirana).
Setelah selesai melamar Kinasih, Tanto dan Woso pulang lagi ke rumah, dan mulai mengurus semua urusan pernikahan nya. Ketika Tanto dan Woso sudah pulang, Kinasih Kinanthi Kirana dan Ibu Kintana mulai berdikusi membicarakan pernikahan Kinasih.
Kirana             : (dengan marah dan kesal) “Dek! Kamu itu ya buat aku kesal tau ga sih, mau-maunya kamu itu nikah sama si buruk rupa itu! Ihhh jijik kali ya.”
Kinanthi          : “iya bener dek! Kamu apa ga bisa lihat sih kamu sadar apa enggak sebenernya!” (mendorong Kinasih).
Kinasih            : (hampir terjatuh) “Kak, kamu apa-apaan sih, kok malah marah sama aku. Kan yang mau nikah sama dia kan aku bukan kalian.”
Ibu Kintana     : “hei! Kinanthi Kirana kamu jangan kasar sama adek kamu ! Sekali lagi kamu kasar sama Kinasih lebih baik kamu pergi saja dari rumah!”
Kinanthi          : (dengan mata terbelalak) “ hah ! apa ? Ibu mau usir kita ? Kita ini anak Ibu ! Kenapa Ibu mau usir kita, kita kan hanya ngomong apa yang kita lihat!”
Kirana             : “Iya benar kak, Ibu ini! Malah pengen usir kita! apa-apaan sih Buk! Sebenarnya kita ini siapa bu! Anak Ibu apa bukan !”.
Adit                : “ada apa ini? Kalian kok bertengkar? Sudahlah kalian jangan bertengkar, malu didengar tetangga.”
Kinanthi          : “apa sih kamu! Kamu ini Cuma pengawal! Jadi ga usah ikut campur! Pergi sana!
Lalu Adit keluar dari rumah, karena diminta Kinanthi pergi.
Kinasih            : “Ya ampun kak, aku ini adek kandung kamu sendiri kak. Kok kamu tega kaya gini sama aku kak, ngata-ngatain aku kaya gini”. (menangis tersedu-sedu).
Kirana             : “Lebay banget sih kamu! Kaya gitu aja nangis! Dasar cengeng! Kita itu ga terima kalau adek kita dapat calon suami kaya dia !”.
Kinanthi          : “Kita itu sayang sama kamu dek! Mana mungkin kita marah tanpa alasan ke kamu! Sudah berulang kali aku bilang ke kamu kalau dia buruk rupa tapi kamu tetep aja mau nikah sama dia ! aku kecewa dan malu punya adek kaya kamu!”.
Ibu Kintana     : “Kinanthi, Kinasih lebih baik sekarang kamu masuk ke dalam kamar! Daripada kalian berbuat yang tidak tidak! Pernikahan Kinasih dan Tanto akan tetap terjadi kalian mengerti!.” (memeluk Kinasih).
Kirana dan Kinanthi   : “Oke, sekarang aku ga mau ikut campur masalah itu lagi!”.
Kirana dan Kinanthi lalu masuk ke kamar, dan dikamar ia masih saja bergerundel membicarakan kejelekan Tanto. Mereka tidak ada bosannya setiap hari memikirkan Tanto. Di samping itu, Ibu Kintana masih menenangkan Kinasih supaya berhenti menangis. Setelah Kinasih berhenti menangis, ia tertidur dengan nyenyak. Sementara itu Ibu mulai belanja keperluan pernikahan putrinya. Setelah Seminggu mereka bertengkar, akhirnya mereka semua pun akur kembali, dan akhirnya Kinanthi dan Kirana pun meminta maaf kepada Ibu dan Kinasih atas perbuatanya seminggu yang lalu.
Hari pun berjalan dengan cepat, akhirnya tibalah waktu pernikahan Kinasih dan Tanto. Setelah persiapan sudah selesai dan Tanto pun sudah bersiap untuk menikah. Tetapi disisi lain, Tanto pun menghilang. Yang ada hanya seorang laki-laki tampan layaknya seorang pangeran. Lelaki Itu ternyata
Ibu Kintana     : “hey siapa kau?”.
Pangeran Raka: “aku pangeran Raka bu, aku Tanto. Ini aku sebenarnya dikutuk oleh kedua orangtua ku karena aku dulu suka membangkang. Orang tua ku adalah seorang konglomerat.”
Ketiga anak     : “hah?” (semua wajah mereka sangat heran dan sampai-sampai mulut mereka tidak bisa rapat).
Adit                : “jadi kau ini Tanto? WOW”
Kinasih            : “aku sungguh menyesal dek, telah menghina calon suami mu. Aku tidak mengira bakal seperti ini dia berubah menjadi tampan.” (wajah menyesal)
Kirana             : “aku juga menyesal dek, maafkan aku dan Kak Kinasih yang sudah membuatmu sakit hati karena ucapanku. Maafkan aku dek , maafkan aku juga Tanto.”
Pangeran Raka: “kalian jangan minta maaf padaku, aku malah tidak enak. Kalian kan akan menjadi kakak iparku. Ayo sekarang kita menuju ke pelaminan”.
Kinasih            : “Aku tidak menyangka kau ternyata bisa berubah menjadi pangeran tampan.” (wajah tersipu malu).
Pangeran Raka: “ hehehhe... kamu masih heran denganku ya. Apa kamu sudah siap menikah denganku sekarang?”
Kinasih            : “iya pangeran aku siap.”
Ibu Kintana     : “baiklah, sekarang kalian mulai acara ijab qabul nya ya. Ibu tidak menyangka kalau kau adalah Pangeran Raka, tetapi ibu sangat bersyukur karena Ibu tidak salah merestui hubungan kalian berdua. Ibu doakan semoga pernikahan kalian kekal sampai maut menjemput kalian berdua Kinasih Pangeran Raka.
Setelah selesai acara ijab qabul, Kinasih dan Pangeran Raka akhirnya resmi menikah. Mereka semua berpesta dengan ria. Semua memberi ucapan kepada Pangeran dan Kinasih. Tak lupa Ibu Kintana adalah orang yang paling bahagia dengan pernikahan ini.

Inilah saatnya, inilah hari yang telah ditunggu-tunggu, yaitu hari pernikahan putri Ibu Kintana, Kinasih dengan Pangeran Raka atau Tanto. Semua merayakan dengan menari dan menyanyi gembira.